Pages

Industri Kreatif Perlu Garapan Serius

Minggu, 21 Agustus 2011
Keberadaan seni pertunjukan di masyarakat kita kebanyakan merupakanm bentuk ekspresi kolektif yang tampak dalam seni tradisional  maupun dalam bentuk tari rakyat, mengawali semangat krativitas diperlukan incubator kreativitas, yang akan menjadi wadah berkumpulnya orang orang yang “berpikir gila”.
“Yakni pribadi yang melihat setiap ketidak mungkinan menjadi suatu celah dan kesempatan yang dijalankan sehingga berkembangnya industri kreatif di tanah air bukan semata kerja keras pemerintah namun juga masyarakat dan seluruh komponen warga,” jelas Dwi Wahyudiarto, Pakar seni ASKI pada acara seminar Model Pengembangan Induistri Kreatif di Solo Paragon Kamis (9/12/2010).

Industri Kreatif, Masa Depan Kota Solo

Kota Solo sejak beberapa tahun terakhir mendengungkan slogan ”Solo Kreatif, Solo Sejahtera”. Keinginan Pemerintah Kota Solo ini sejalan dengan kebijakan ekonomi Indonesia yang ingin mengembangkan ekonomi kreatif sebagai daya saing bangsa. Tren global pun mengarah ke sana. Tak berlebihan jika Solo punya keinginan demikian.
Sebagai sebuah daerah, Kota Solo memang tidak memiliki lahan pertanian dan sejak dulu mengandalkan sektor jasa dan perdagangan. Akan tetapi, Solo dinilai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan industri kreatif.
Walaupun hanya sebuah kota yang selevel kabupaten, Solo masuk dalam peta pusat industri kreatif di Pulau Jawa meski tidak berada di level pertama seperti halnya Bandung dan Yogyakarta.

Kekayaan Kultural Solo Fondasi Pengembangan Industri Kreatif

Kekayaan kultural terutama seni di Kota Solo, Jawa Tengah bisa menjadi fondasi untuk pengembangan industri kreatif pada masa mendatang, kata pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Dwi Wahyudianto. "Solo memiliki potensi sumber daya industri kreatif yang luar biasa yang bersumber dari kekayaan seni dan budaya," katanya saat lokakarya tentang pengembangan industri kreatif yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) Solo, di Solo, Kamis.

Ia mengemukakan, semua subsektor kategori industri kreatif yang dimiliki kota itu berpotensi untuk dikembangkan secara optimal.

KRATON SURAKARTA HADININGRAT - Istana Jawa Kuno dengan Sentuhan Eropa

Kamis, 18 Agustus 2011
Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1755-1946). Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan Mataram didirikan di desa Sala (Solo), sebuah pelabuhan kecil di tepi barat Bengawan (sungai) Beton/Sala. Setelah resmi istana Kerajaan Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749. Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946, ketika Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia.

SOLO BATIK CARNIVAL - Wujud Kreatifitas Penuh Budaya

Batik merupakan salah satu warisan budaya agung nenek moyang yang keberadaannya masih terus lestari hingga kini. Salah satu tempat yang menjadi akar pertumbuhan batik nusantara adalah Kota Solo yang juga pernah menjadi ibukota Keraton Surakarta Hadiningrat. Guna lebih memperkenalkan Solo sebagai Kota Batik di mata Indonesia maupun dunia, sejak tahun 2008 digelar lah sebuah perhelatan akbar bertajuk Solo Batik Carnival (SBC). Gelaran tahunan ini diselenggarakan oleh Solo Center Point Foundation dan Pemerintah Kota Surakarta.
Solo Batik Carnival adalah karnaval berbasis masyarakat yang dirancang untuk menjadi sebuah karnaval tingkat dunia. Awalnya, karnaval ini terinspirasi dari Jember Fashion Carnaval (JFC), sebuah parade peragaan busana di jalanan. Karena itu tak heran jika konsep keduanya hampir sama. Hanya saja yang membedakan adalah dalam bahan utama pembuatan kostum. Sesuai dengan namanya Solo Batik Carnival, batik dijadikan sebagai sumber ide sekaligus materi utama penciptaan kostum karnaval yang fantastis. Sebelum mengikuti karnaval, setiap peserta diwajibkan mengikuti workshop merancang kostum selama berbulan-bulan. Kostum karnaval yang dirancang kemudian dipakai sendiri oleh para peserta dalam puncak acara Solo Batik Carnival yang berlangsung di sepanjang Jalan Slamet Riyadi hingga Kantor Balai Kota Solo.

KAMPOENG BATIK LAWEYAN - Menyusuri Kampoeng Batik yang penuh estetis

Laweyan, sebuah kampung tua yang memiliki sejarah lebih panjang daripada Surakarta sendiri. Sudah ada sejak jaman Kerajaan Pajang pada abad XIV, Laweyan dulu adalah pusat perdagangan pakaian. Namanya berasal dari kata "lawe", berarti benang dari kapas yang dipintal. Seorang sesepuh desa bernama Kyai Ageng Henis adalah orang yang bisa dibilang paling berjasa bagi kemajuan daerah ini. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama, namun juga mengajarkan ilmu dan seni membatik pada masyarakat sekitar. Seni batik ini terus berkembang pesat hingga sekarang.
Memasuki kampung Laweyan, hampir seluruh rumah penduduk yang umumnya berukuran besar dan megah merangkap fungsi sebagai showroom batik. Mulai dari batik seharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah bisa dibeli disini. Beberapa tempat bahkan menawarkan kesempatan untuk melihat langsung proses pembuatannya.